Feeds RSS

Jumat, 15 Januari 2010

COBA BACA DECH.

Sekedar ingin berbagi hikmah, saya yang pernah membaca salah satu dari beribu karya Mba Asma Nadia , ingin mencoba menyampaikan sebuah kisah nyata yang pernah diangkat dalam sebuah buku berjudul "Catatan Hati Seorang Istri".
Cerita ini tidak saya kurangi ataupun dilebih-lebihkan. Cerita ini utuh. Hanya saja Anda semua saya persilahkan untuk memaparkan komentar nanti di penghujung cerita.
Baiklah, begini ceritanya,,,





SAYA TAK INGIN CEMBURU,,,,


"Suami saya adalah tipe lelaki serius, pendiam dan sangat dewasa. Lalu bagaimana ada kontak bernama 'Spongebob' di listnya?"


Selama menikah, saya pikir tidak ada kamus cemburu dalam rumah tangga kami. seperti keluarga lain yang berusaha menerapkan kehidupan religius dalam keseharian, kami percaya prinsip saling jujur dan percaya merupakan hal yang harus ada.
Apakah suami saya tidak tampan?
Tentu bukan karena itu. meskipun saya memilihnya bukan karena waja atau penampilan luar, saya mengakui betapa menariknya suami. Ini terbukti dari banyaknya gadis di kampusnya dulu yang jatuh hati bahkan terang-terangan mengatakan itu ketika walimahan. Di adapan kami, dua orang gadis mengatakan sempat naksir kepada suami saya semasa di kampus.
Saya yang mendengarkan kalimat yang disampaikan serius meski dengan nada bergurau itu hanya tersenyum. Usia saya masih terbilang muda, hanya dua puluh dua tahun,tetapi tidak sedikitpun rasa cemburu menyelinap.
Apakah saya terlalu percaya diri?
Saya kira tidak. sebaliknya saya cukuptahu diri dengan wajah yang pas-pasan . Entahlah, tapi saya yakin suami mencintaiku apa adanya. dan caranyamengungkapkan itu selama ini jelas memiliki andil besar dalam ketenangan saya.
Sebelum menikah saya tidak pernah berpacaran , memang sempat dekat dengan satu dua lawan jenis ,tapi hubungan kami lebih seperti sahabat ketimbang sebagai pacar. Sekalipun ketika itu saya belum berjilbab, tapi kesadaran menjaga diri saya cukup tinggi. Saya tidak mau berduaan di tempat yang sepi, bahkan ketika dibonceng motor pun tangan saya bertahan hanya memegang bawah jok motor dan tidak pernah melingkar manis di pinggang teman pria.
Otomatis ketika menikah, maka suami menjadi lelaki pertama di luar keluarga yang memiliki kontak fisik. Dan saya percaya, hal inilah yang dengan cepat membangun cinta yang sebelumnya tidak adqa di antara saya dan suami. Maklum kami menikah tidak melalui proses pacaran. Apalagi suami benar-benar memperlakukan saya seperti ratu. Tidak jarang dia memberikan surprise dengan menyiapkan sarapan ketika dia bangun lebih awal, dan kejutan-kejutan manis lainnya.
Dia adalah sosok suami dan ayah yang baik. Tipe familyman yang lebih banyak menghabiskan waktu di runah selepas pulang kerja dan tidak pernah keluyuran.
Begitulah, hingga anak keempat kami lahir, tidak ada cemburu diantara kami. Rumah tangga tetap tenteram. Demi komitmen kepada keluarga, sejak anak pertama kami lahir, saya memutuskan bekerja di rumah. Pekerjaan saya sebagai illustrator buku anak cukup memungkinkan untuk itu.
Semua terasa sempurna. Saya kira itu jugalah yang ada di gambaran orang luar tentang keluarga kam. Bahkan kerap saya ataupun suami menjadi tempat curhat keluarga lain.
Beberapa istri yang dihantui oleh kecemburuan karena suami mereka yang sewaktu menikah cukup baik keislamnnya, tetapi sekarang mulai tampak ‘genit’ selalu saya nasehati untuk tetap berpikir positif dan tidak berburuk sangka terhadap suami.
“barangkali pekerjaan suamimu menuntut itu”.
“Lingkungan pergaulannya memang kalangan professional, saya kira dia hanya berusaha tampil lebih luwes di kalangan umum”.
Saran lain yang kerap dari lisan saya,
“Nikmati saja,,,kan bagus suami merawat diri. Istri-istri lain banyak lho yang mengeluh karena suami mereka sama sekali tidak memedulikan penampilan ketika keluar rumah”.
Dan saya baagia jika para istri yang cemburu dan khawatir suami mereka diam-diam sudah menikah lagi, kemudian bisa mengusap air mata dan pulang lebih tenang.



KARIR YANG MELESAT

Seiring waktu,karir suami melesat jauh lebih baik dari yang bias kami harapkan. Ketika menikah, penghasilan suami hanya dua atau tiga ratus ribu rupiah perbulan, dari pekerjaannya di bidang entertainment. Tetapi sekarang meningkat berpulu lipat, seiring bertambahnya anak kami.
Beberapa teman sesama muslimah sempat menggoda penampilan suami yang menurut mereka makin modis. Ada juga yang membisiki saya dengan kalimat serius, “hati-hati puber kedua suami lho,dik,,,”
Seperti biasa saya hanya tertawa. Tentu saja mata saya tidak luput terhadap perubahan penampilan suami. Tetapi kepercayaan tehadap lelaki itu tidak pernah berkurang sedikit pun. Sebab kecuali penampilan, tidak ada yang berubah. Perhatiannya terhadap saya dan anak-anak tidak berubah. Kejutan-kejutan manisnya masih ada. Kami masih sering jalan dan makan malam berdua seperti layaknya pengantin baru.
Bicara soal ibadah?
Alhamdulilah suami masih menjaga ibadahnya seperti ketika dia masih aktifis rohis di kampus. Shalatnya masih masih tepat waktu. Tidak hanya itu, kebiasaan shalat malamnya tidak hilang. Pun puasa Senin Kamis. Jadi apa yang harus saya khawatirkan ? Setiap hari lelaki itu tetap pulang tepat waktu.
Memang ada beberapa kali dalam sebulan, agenda ke luar kota, biasanya ke Bogor, tetapi semua murni terkait pekerjaan.
Saya tidak inginati mengambil alih logika. Apalagisejau ini saya masih tenteram dan sam sekali tidak ada kecurigaan apa-apa. Sekalipun suami memegang dua handphone kemana-mana, saya merasa tidak perlu mencurigai apalagi terdorong untuk mengecek siapa saja yang diteleponnya sehariannya itu , atau mencuri-curi membaca deretan SMS yang diterimanya.
Hanya istri-istri yang tidak percaya pada kekuatan hubungan dengan pasangannyalah yang melakukan hal demikian, piker saya.
Berita suami si A selingkuh. Atau suami si B dan C berpoligami, tidak juga membuat saya menjadi istri yang paranoid. Cemburu bagi saya hanya menyesakkan hati. Sementara dengan hati suram bagaimana saya bias maksimal merawat anak dan suami ? belum lagi mengerjakan order-order ilustrasi yang seringa dating tiba-tiba?
Bisa-bisa gara-gara istri yang cemburuan suami menjadi pusing dan jenuh berada di ruma. Dan saya menjaga betul agar suami senantiasa nyaman dan merasa teduh sepulang dari kantor.


PEREMPUAN MISTERIUS
Alhamdulilah logika saya sejauh ini selalu menang. Konon diantara muslimah semasa di kampus, saya termasuk yang porsi logikanya yang disamakan dengan lelaki. Ketika muslimah lain menangis, ngambek, danb marah-marah, saya masih bisa berpikir rasional dan melihat masalah dengan jernih. Suami tahu itu dan kerap member pujian.
Suatu hari ponsel suami saya yang CDMA tertinggal. Kebetulan saya baru saja ganti handset karena handphone hilang sehari sebelumnya karena memerlukan beberapa kontak , tanpa ragu saya pun meraih handphone suami. Sebab biasanya suami juga menyimpan beberapa nomor kontak saya .
Awalnya saya tidak terusik untuk membuka inbox SMS suami. Hanya menelusuri deret huruf kontak yang saya perlukan. Hingga kemudian saya menatap satu nama yang menurut saya ganjil berada di sana.
Suami adalah tipelelaki serius, pendiam dan sangat dewasa. Lalu bagaimana ada kontak bernama “Spongebob” di listnya?
Ada sesuatu yang tiba-tiba berdetak di hati, namun saya lawan sebisanya pastila ini hanya gurauan. Bias jadi ketika saya buka,nomor tersebut merupakan nomor handphone adik perempuan, sepupu atau keponakan atau bias jadi teman kantor. Saya bayangkan suami akan terpingkal-pingkal ketika saya ceritkan hal ini.
Saya ingat sempat termenung beberapa lama sebelum membuka kotak SMS. Bagi saya HP dan agenda adala hal yang private dan saya sangat menghormati privacy suami. Tapi entah ada apa hari itu, firasat seorang istrikah yang akhirnya membuat saya bereaksi berbeda?
Untuk pertama kalinya logika saya kalah. Saya akhirnya tergoda untuk menggerakkan jari memencet keyphone untuk membuka baris SMS yang masuk. Debarean di hati saya bertambah kencang ketika saya menemukan empat SMS dari si ‘Spongebob’.
Saya membaca basmallah dan berdoa sebelum akhirnya memutuskan membaca SMS misterius tersebut . SMS pertama dan kedua hanyalah kalimat resmi tentang janji temu.
Tetapi menginjak SMS ketiga, saya kaget menemukan kalimat-kalimat mesra di dalamnya.
Tetapi bukankah siapa saja bisa berkata mesra?
Bukankah yang lebih penting adalah bagaimana sikap suami terhadap yang bersangkutan dan bukan sebaliknya?
Nalar saya bicara. Saya tutup kotak pesan masuk, dan mencoba menelusuri box sent item. Kepala saya mulai berdenyut. Jari-jari saya gemetar saat menemukan empat SMS dari suami sebagai balasan terhadap SMS si ‘Spongebob’.
SMS pertama biasa saja. Tetapi SMS kedua?
Hari ini menemani anak-anak karate. Saying sedang apa?
Jangan terlambat makan,ya?
Saya periksa tanggal SMS tersebut dikirimkan. Ahad lalu,hari yang ketika suami menemani ketiga anak kami latihan karate. Sementara saya seharian di rumah menemani si bungsu yang sedang sakit.
Ketika membaca SMS-SMS balasan berikutnya, perasaan saya semakin diremas-remas. Kedua kaki saya seakan lumpuh dan tidak bertenaga. Sementara kepala sontak berdenyut-denyut.
Ahh, bagaimana mungkin?
Suami saya lelaki yang taat beribadah. Al Ma’tsuratnya tak pernah tertinggal setiap shalat shubuh. Dia mungkin lelaki terakhir yang akan saya curigai untuk berselingkuh.
Mungkinkah semua ini hanyalah guyonan?
Tidak, dia tipe pemikir dan amat menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Saya tidak bias menemukan alas an suami memanggil perempuan lain dengan sebutan ‘sayang’!
Kemesraan di dalam SMS-SMS berikutnya yang dikirim suami, semakin mengukuhkan jalinan cinta keduanya. Betapa pun saya berusaha berprasangka baik, sia-sia bagi saya menemukansudut pandang yang mungkin bias membantah kecemasan saya.
Sesorean itu saya perpanjang sholat ashar dan menenangkan diri dalam tilawah. Saya menangis. Lima belas tahun pernikahan, belum pernah sekalipun suami membuat saya menangis. Tapi hari itu saya benar-benar terisak.
Ketika suami pulang, saya mencoba menahan diri dan melayani seperti biasanya. Tetapi tangis yang saya tahan akhirnya tumpah juga ketika kami berada di tempat tidur dan siap beristirahat. Dengan lembut seperti biasa suami menanyakan apa yang membuat saya begitu sedih.
Saya tidak menjawab. Saya raih handphone, membuka sent item dan saya sodorkan SMS yang diketik suami untuk si ‘Spongebob’.
Sikap saya berubah dingin. Saya perhatikan raut wajah suami berubah, tidak lama kemudian dia terisak-isak dan merengku saya.
“Aa minta maaf. Aa khilaf,,,,’
Ada air mata yang kini juga jatuh di pipi suami. Dia panadangi saya, dia usap-usap wajah saya seraya mengulang-ulang permintaan maafnya.
“Tapi belum jauh, dik. Tidak ada yang terjadi.”
Berawal di dunia maya, kedekatan mereka terjalin.
“Usianya 30 tahun, belum menikah…..dia tinggal di Bogor.”
Gadis itu sering curhat kepada suami soal apa saja.
“Sudah berapa lama A?”
Suami saya diam. Matanya tampak ragu.
“ Saya ingin aa jujur….tidak apa.”
Lelaki itu terdiam, dan menghela nafas.
“Tiga tahun, dik.”
Saya tercenung mendengar pengakuannya. Tiga tahun…..begitu lamanya. Bagaimana mata saya bias dibutakan selama itu?
Di sisi saya, suami terisak.
Pembaca, setelah dialog malam itu, sulit bagi saya membangun kepercayaan kepada suami. Saya terus-menerus memikirkan angka tiga tahun itu, imajinasi saya berputar-putar. Tiga tahun waktu yang lama, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka? Hancur hati saya membayangkan.
Sementara ini saya mengungsi di rumah ibu. Sudah enam bulan sejak penghianatan mereka sayaketahui (keduanya belum menikah). Saya hanya berharap waktu bias member saya kejernihan hati, untuk melakukan hal yang benar.
***
(berdasarkan kisah Mbak Safitri)




Saya hanya menuliskan apa yang ada, selebihnya,,,,boleh lah kita memberikan ulasan komentar padanya.
Bagaimana tanggapan Anda semua terhadap sepenggal cerita yang ku tulis tadi?
Bagaimana jika posisi kalian ada pada si laki-laki?
Bagaimana pula jika posisi Anda ada pada si perempuan?

0 komentar: